Senin, 29 November 2010

Info Lomba.


Lomba Menulis Puisi dan Cerpen
Aktivis Pendukung Komodo


DEADLINE 31 DESEMBER 2010,
Dalam rangka menggalang dukungan agar Taman Nasional Komodo masuk 7 Keajaiban Dunia dan menumbuh kembangkan minat masyarakat terhadap Sastra. Aktivis Pendukung Komodo mengadakan Lomba Menulis Puisi dan Cerpen dgn ketentuan sbb :

a. Ketentuan Lomba.
1.      Lomba terbuka untuk seluruh WNI.
2.      Wajib mendukung Taman Nasional Komodo di : www.new7wonders.com (username dan password serta Identitas diri diikutkan dlm email ).
3.      Puisi/Cerpen dikirim ke email : aktivispendukungkomodo@gmail.com atau abdul_mail@ymail.com dgn subjek : Peserta Lomba APK.
4.      Peserta berhak mengirimkan 3 karya terbaik dari masing – masing item yang di ikuti, baik itu Puisi/Cerpen.
5.      Puisi/Cerpen wajib di posting di Catatan/Note FB masing-masing dan men-tag  Aktivis Pendukung Komodo, Abdul Majid Kamaludin dan 15 teman lainnya.
6.      Menyalin kata-kata -dalam kurung- di bawah Puisi/Cerpen yang di posting di note FB : (Puisi/Cerpen ini diikutkan dlm Lomba Menulis Puisi dan Cerpen Aktivis Pendukung Komodo, info dan ketentuan lomba klik disini http://aktivispendukungkomodo.blogspot.com
7.      Tema Puisi/Cerpen bebas.
8.      Puisi/Cerpen merupakan karya murni, bukan saduran, terjemahan dan plagiat.
9.      Panjang Puisi dan ketentuan lain tidak mengikat.
10.  Panjang Cerpen 4-8 Halaman A4, Times New Roman 12, Spasi 1,5.
11.  Cerpen ditulis dlm Bahasa Indonesia sesuai EYD (penggunaan istilah Asing dan Daerah, harus membuat catatan kaki).
12.  Pengumuman Pemenang pada tanggal 20 Januari 2011 di : http://aktivispendukungkomodo.blogspot.com.

B.Tim Juri.
1. Wardjito Soeharso.
2. Pion Ratulolly.
3. Hamberan Syahbana.
4. Mezra E Pellondou.
5. M Aan Mansyur.

C. Hadiah.
a. Uang Tunai untuk :
Juara 1 : Rp. 500.000,
Juara 2 : Rp. 400.000,
Juara 3 : Rp. 300.000,


b. Piagam dan Hadiah Hiburan dari sponsor.
c. Buku Novel “atma” Putih Cinta Lamahala-Kupang.
d. Buku Antologi Puisi dan Cerpen (Phantazy Poecita dan Imagination).

Lampiran :
Blog                           : http://aktivispendukungkomodo.blogspot.com/
Email                          : aktivispendukungkomodo@gmail.com
Kontak Pengurus        : 081237247715 (Majid).
Salam Hangat Aktivis Pendukung Komodo, ditunggu partisipasinya
Terima Kasih Bagi yang peduli dan berkenan copas dan share pengumuman ini.

Minggu, 14 November 2010

Contoh Cerpen Tim Juri.

MIMIN, Sebuah Cerpen Oleh: Pion Ratulolly

oleh Pion Ratulolly pada 14 November 2010 jam 15:26
Diriku dan dirimu yang kini terbaring di antara kenangan dan mimpi
adalah simbol kemisteriusan cinta yang sulit kita pahami…

MIMIN
(sebuah cerpen dukungan terhadap Komodo sebagai Keajaiban Dunia)

AKU TIBA di Pulau Komodo ini setelah menapaki jalan udara. Sebab angin telah khatam menghantarkan jiwa-ragaku dari Bandar Udara El-Tari Kupang menuju Bandar Udara Komodo Labuan Bajo, Manggarai Barat-NTT. Hal pertama yang aku lakukan adalah jalan-jalan di bibir pantai. Sekedar menikmati matahari terbenam di ufuk barat nusa Komodo; nusa paling barat di Nusa Tenggara Timur. Menghirup amis pasir yang terkena air laut. Merasakan angin sore yang berhembus dengan sedikit berat, beraroma kental makhluk-makhluk pantai. Menyaksikan beberapa perahu nelayan yang menaikan layar menuju ke tengah samudera -sebagaimana yang dipesankan oleh nenek moyangku. Mendapati beberapa anak kecil berlarian di pantai, lalu menceburkan diri di air laut yang pun tak sudi melepas pagut di antara mereka. Menyaksikan pasir putih di pesisir pantai yang membentang elok mengkilat bak selendang sutra terurai milik sang permaisuri Pulau Komodo. Menatap barisan bebukitan menjulang yang berjejer mesra di dataran rendah yang selalu menantang genit kepada setiap mata yang memandang. Mungkin berniat mengajak orang yang memandang agar sesegera mungkin melahap tubuh pesona Pulau Komodo yang cantik menawan. Sedang pohon-pohon koli[1] berjejal tegar di bebukitan itu, menyimbolkan ketegaran alam beserta ketegaran penghuni yang ada di Pulau Komodo.
Bagiku, senja yang merangkak terbenam di ufuk barat melukiskan betapa keindahan adalah sesuatu yang harus disantap setiap insan. Apatah lagi bagi jiwa-jiwa yang selama ini telah dikuras keringatnya oleh kesibukan-kesibukan rutinitas yang menjadikan manusia tak ubahnya seperti robot-robot bernyawa. Bekerja dikebiri oleh waktu dan mendapatkan upah dikebiri oleh setumpuk kertas bernilai rupiah.
Sebagai tahap perkenalan awalku dengan pesona pulau ini, aku mencoba menenangkan, menyenangkan dan memenangkan otot dan otakku.  Aku memancing di pinggir pantai. Tepatnya di atas fondasi pembatas pantai. Dan di situlah awal mula pertemuan kita yang telah digariskan di atas telapak tangan kita masing-masing.
“Maaf, permisi Nona! Apa aku boleh duduk di sini?” Ucapku dengan nada sedikit lebih lembut sebagai pembuka jalur komunikasi.
“Silahkan, Pak!” Jawabmu tenang. Setenang riak-riak yang menghempas di bibir pantai.
Aku kemudian duduk di sampingmu lalu mulai memancing.
“Kalau boleh tahu, Nona orang sini?”
“Iya.”
“Kelihatannya Nona suka memancing, yah?”
“Iya.”
Jawabanmu selalu saja singkat. Sesingkat senyum yang engkau simpulkan melalui kedua bibir tipismu yang merekah. Matamu yang jernih sesekali saja melirik ke arahku. Lirikan seperti puisi yang tak berlarik. Selanjutnya, engkau kembali berkonsentrasi dengan aktivitas memancingmu.
“O, iya. Aku hampir lupa. Namaku Gilbert. Aku dari Kupang. Kalau boleh tahu, nama Nona?” Ujarku sambil mengulurkan tangan tanda meminta perkenalan.
“Mimin.” Balasmu dengan sedikit kaku memegang tanganku sekejap lalu melepaskan.
“Maaf, Nona Mimin kerja yah?”
“Setelah tamat SMA dua tahun lalu aku tak bisa lagi melanjutkan pendidikan karena alasan ekonomi. Aku kemudian menjadi penjual ikan. Kerjaku setiap pagi adalah menunggu ikan yang pulang dibawa para nelayan lalu menjualnya di pasar.”
“Memangnya mata pencaharian penduduk di sini nelayan?”
“Ya, sebagian besar penduduk yang tinggal di Pulau Komodo ini adalah nelayan yang berasal dari Bima (Sumbawa), Manggarai (Flores), dan suku Bajau Bugis (Sulawesi Selatan). Suku Bajau awalnya suku yang hidup sebagai pengembara.”
“Apa ada penduduk asli pulau ini?”
“Penduduk asli Pulau Komodo adalah orang-orang suku Ata Modo. Tapi seiring dengan pendatang dari daerah yang lain maka darah, adat budaya dan bahasa telah bercampur dengan pendatang baru.”
“Wah, nampaknya saya sedang berhadapan dengan orang yang tidak salah. Penjelasan Nona cukup jelas dan padat.”
Dan engkau pun kembali menyembunyikan senyum termanismu. Menunduk membetulkan sarungmu yang tak berantakan sedikit pun. Sarung itu merupakan jahitan dari tenun khas daerahmu. Aku mendapati rambutmu yang dibiarkan terurai perlahan dihempas angin sepoi-sepoi sore hari.
Tetapi ada getaran aneh yang mulai bermain di dadaku. Jujur, sebagai seorang lelaki, apalagi jejaka, aku cukup peka memahami rasa yang mulai berkecamuk di dada. Sepertinya aku sedang jatuh cinta. Persisnya, jatuh cinta pada pandangan dan pendengaran pertama. Pandangan pertama karena senyum menawanmu yang pertama kali kau lemparkan tatkala menyebutkan namamu. Sedangkan pendengaran pertamaku karena penuturanmu tentang kehidupan sosial penduduk di tempatmu yang menurutku begitu runtun dan terkesan ilmiah. Tapi, sesegera mungkin aku tepis perasaan itu. Aku hanyalah orang baru di sini. Orang yang hanya datang untuk melakukan penelitian di Pulau Komodo. Tapi aku pun sampai pada sebuah pikiran picis, apakah salah jika cintaku bersemi di Pulau Komodo?
“O iya, Nona. Katanya Pulau ini terkenal dengan komodonya? Binatang yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1912 di harian nasional Hindia Belanda oleh Peter A. Ouwens, direktur Museum Zoologi Bogor. Apa benar ada?”
“Komodo atau Varanus Komodoensis atau Komodo Dragon atau Ora, penyebutan bagi orang kami, hidup dan berkembang biak di sini. Ia binatang khas yang dilindungi oleh pemerintah dan masyarakat. Panjang tubuhnya mencapai 2-3 meter,  dengan berat hingga 70-100 kilogram.”
“Memangnya dimana tempat hidupnya?”
“Komodo menyukai tempat panas dan kering. Ia hidup di daerah sabana atau hutan tropis pada ketinggian rendah. Jika malam tiba, komodo bersarang di lubang dengan dalam 1-3 meter sambil menjaga panas tubuhnya di malam hari.”
“Lalu makanannya apa saja?”
“Makanan komodo antara lain: kambing, rusa, babi hutan, dan burung. Tapi harus diingat, dalam keadaan tertentu, meskipun komodo adalah karnivora namun ia dapat berperilaku kanibal dengan memangsa Komodo lainnya. Indera penciuman pada lidahnya bisa ia gunakan untuk mendeteksi bangkai mangsanya hingga sejauh 9 kilometer. Tidak hanya itu, gigitannya yang mengandung racun dan bakteri yang mematikan, ditambah cakar depannya yang tajam merupakan senjata alaminya untuk memangsa.”
“Apa ada ciri khasnya yang mampu membedakan komodo dengan reptil lainnya?” Aku terus memburumu dengan amunisi-amunisi pertanyaan yang semakin ilmiah.
“Komodo juga mampu berlari 20 kilometer per jam dalam jarak yang pendek. Ia juga memanjat pohon, berenang, bahkan menyelam. Ia berkembang biak dengan bertelur. Akan tetapi, ada sebuah penelitian yang membuktikan terdapat cara lain komodo melakukan berkembang biak, yakni dengan cara partenogenesis.”
“Partenogenesis? Maksudnya?”
“Maksudnya komodo betina bisa menghasilkan telur tanpa dibuahi oleh jantan. Nah, diduga karena partenogenesis inilah yang telah menyelamatkan komodo dari kepunahan.”
“Wah, sekali lagi aku salut akan pengetahuan Nona. Aku salut.”
Dan bisu perlahan menyusup. Tanpa jawaban, engkau kembali tertunduk. Menyembunyikan senyum manismu yang kekanak-kanakan. Dan hal itulah yang membuat aku semakin tak kuasa menahan loncatan jantung di dalam tubuhku. Mungkin jantungku ikut memberikan dukungan persetujuan bahagia atas apa yang tengah aku rasakan. Ah, aku harus sadar; aku orang asing.
Tiba-tiba sebuah kejadian menghentakkan kita dari sunyi. Tali pancingmu terasa bergerak-gerak.
“Aduh, Pak. Tolong aku.” teriakmu seketika sambil terus memegang alat pancing yang bergerak-gerak semakin tak beraturan.
Aku yang sebelumnya diliput lamun lantas tersadar. Sedikit agak panik. Berdiri mendekatimu.
“Kamu pasti dapat ikan besar! Mari kubantu!” seruku, langsung berdiri dibelakangmu. Memegang kedua tanganmu yang sebelumnya telah memegang alat pancing, lalu mengerahkan seluruh tenaga untuk menarik tali pancing.
Saking kuatnya tarikan yang kita lakukan, tanpa terasa tiba-tiba tali pancing itu terputus.
“Ahhhhh!!!!!” teriakmu hiteris. Dan kita terpelanting jatuh ke belakang, di atas fondasi pembatas pantai.
Tanpa sengaja tubuhmu yang terpelanting dan menengadah ke atas, menindis tubuhku yang sedang dalam keadaan terlentang pula. Untuk beberapa detik hanya bisu yang berbicara. Dan selanjutnya, secepat kilat engkau berdiri sembari melepaskan alat pancing. Membersihkan sarung khas daerahmu yang sempat terkena pasir. Engkau menatapku. Dan aku yang masih terlentang di atas fondasi pembatas pantai itu, hanya mampu menatapmu dengan mimik serius. Memastikan bahwa engkau dalam keadaan baik adanya. Memastikan bahwa engkau tak marah padaku.
Namun seulas senyum pun mulai mengembang dari bibir tipismu. Engkau tertawa kecil melihat aku yang jatuh terperosok. Dan spontan aku pun ikut tersenyum kecil. Entah senyuman yang bermakna apa, aku juga kurang memahami. Yang jelas bagiku, aku tersenyum karena melihatmu tersenyum. Itu saja.


*****

Aku tiba-tiba sedikit marah karena tanpa diundang malam datang bertandang di antara monumen kekariban yang susah payah mulai kita bangun. Malam kemudian menjelma serupa drakula yang bersiap mengisap darah di antara kita. Drakula yang sedianya mencabut nyawa tanpa mafhum bahwa kematian adalah penyelesaian dari segala proses kehidupan di dunia. Dan malam menjadi benteng pemisah jarak di antara kedua pulau hati kita yang tengah rimbun kini. Padahal aku telah berniat untuk segera mungkin membangun jembatan Suramadu di antara hati kita. Biar batin kita menjadi lebih dekat, lekat, erat dan lebih hebat memikat. Namun apa nak dikata, kelapangdadaan untuk merelakan kepergianmu menjadi dewi fortuna yang lebih laik berperan di tengah geteran-getaran batinku untuk mengungkapkan perasaanku kepadamu.
Dan kepergianmu malam itu menjadi kepergianmu yang pertama sekaligus kepergian yang terakhir dari pandangan mataku. Sebab besok petang dan petang-petang selanjutnya, aku tak lagi menemukan senyum manis yang engkau simpulkan di antara bibir tipis serta lesung pipitmu. Engkau pergi membawa semua kisah senja yang kita ukir kemarin. Dan aku disini, di atas fondasi pantai Pulau Komodo, aku masih setia menantimu pulang membawa senyum itu. Pulang membawa seluruh cerita tentang penduduk di pulau ini, tentang komodo yang selalu kau idolakan dan tentang tali pancing yang terputus.

*****

Kupang, November 2010


[1] Nama lain dari pohon tuak. Buahnya bisa diolah menjadi tuak; minuman tradisional yang dapat menyebabkan mabuk

Jumat, 12 November 2010

Contoh Puisi Dari Pion Ratulolly.

Marwah Pertiwi
(puisi ajakan untuk dukung komodo sebagai salah satu keajaiban dunia)



kurapal desis mantra puisi
yang menyembur dari lidah-lidah api
terbakar segala ambisi
di hati yang lupa mencintai bumi

dan riwayat asin tanah yang menggarami
celah-celah sisik berisikmu di sini
adalah lautan inspirasi
yang mengalirkan cinta sang khaliqi

apa mata penyair telah rabun mengintai
di pulau komodo kembang-kembang syair tengah bersemi
menanti ulur sambut bestari
mengangkat marwah bunda pertiwi

Tanjung, Pinang, Oktober 2010

Minggu, 07 November 2010

Kabar Bagus.



 
Telah disepakati bersama dengan EVOLITERA untuk menerbitkan 25 Puisi dan 25 Cerpen dalam bentuk ebook. Puisi dan Cerpen dari Peserta Lomba Menulis Puisi dan Cerpen Aktivis Pendukung Komodo. Nantinya bisa di Download oleh semua orang.

Karya Tim Juri.

Puisi-puisi tim juri sbg contoh.

WARISAN PURBA DI PADANG SAVANA
(Surat Komodo untuk Anak Bangsa)
Oleh: Wardjito Soeharso


Kolong langit terhampar luas di cakrawala
Mosaik fauna purba tiada dua diwariskan
Dosa dan durhaka bila tercecer abai berserakan

Wasiat sumbangsih apa yang akan kau berikan
Ritual keramat bagi hidup dan mati diriku sampai ke anak cucu
Sandera magis bagi cinta kasih sayangmu penerus keberadaanku

Fajar menyingsing di setiap pagi sunyi
Usapan lembut embun sejuk menoreh luka mata hati
Nasib generasiku macam apa lagi mesti kau tunggu?

Purnama kelabu tersaput bayangan rumput gersang
Bahasa padang savana mendenging pilu sampaikan pesan

Flores! Tanah merah rekah bebatuan gundah
Resahku, resahmu, resahnya semua

Di sini, tertinggal misteri eksotika fauna purba masa lalu

Indah dan mempesona dunia, kata mereka
Doa harapan dipanjatkan bintang bulan lawan kemusnahan
Negeri ini satu-satunya bumi tempat kakiku berpijak
Siapa pun engkau yang mengaku peduli: Jaga aku hidup lestari!


Kamilah Idola Jagat Raya dari Indonesia
Puisi Hamberan Syahbana

Akulah komodo si merah batu bata abuabu gelap 1)
bersama manisku si hijau daun zaitun 2)
bersama putraputriku yang anggun
si kuninghijau putih berlatar hitamgelap 3)
kamilah penghuni asli pulau ini yang jika
dilihat dari atas sana betapa indah membahana
gugusan pulauku di tengah samudra yang kata
mereka nun jauh di sana
di sini ada gugusan pulau di nusantara
yang bagaikan komodo berbaring ketika
mandi cahaya mentari yang menakjubkan dunia
seraya berkata inilah pulau komodo yang membuat dunia
terkesima lalu berkata inilah keajaiban dunia
idola jagat raya dari Indonesia

Pulauku ini memang gersang lengang sunyi tapi
kata mereka yang pernah datang ke pulau ini
tak ada pemandangan lain seanggun dan seasri
seperti di pulau ini
yang tersohor hingga ke mancanegara
nun jauh di sana juga datang ke sini hanya
ingin melihat keajaiban dunia
di pulau ini yang kata mereka jika kita
melihat dari atas perahu ini nampak betapa
jernih air laut di sini hingga
tembus sinar sampai ke dasar betapa
membuat siapapun ingin berlama-lama
menyelam di dasar laut bersama keindahannya
yang tak pernah dilupa karena
memang hanya di sinilah kami si komodo marga satwa
satu-satunya dan tak ada duanya di jagat raya

Banjarmasin, 30 Oktober 2010

Catatan:
1) - Warna pada kulit komodo jantan
2) - Warna pada kulit komodo betina
3) - Warna pada kulit komodo yang masih muda

Biodata Tim Juri.


 Inilah Tim Juri Kami

1.      Wardjito Soeharso.
Lulusan Fak.Sastra UNPID (1983) ini aktif menulis Puisi dan Naskah Drama. Puisi-puisinya pernah dibukukan dalam antologi :
a.       Mendung Diatas Kota Semarang (1983),
b.      Puisi PenulisMuda (2007),
c.       Phantazy Poetica (2010).

Dan bukunya yang telah terbit :
a.       Penerbitan di Indonesia, dari Undang-Undang Sampai Kode Etik (1993),
b.      Yuk! Nulis Puisi (2009),
c.    Yuk! Nulis Artikel (2009).
Memperoleh Master of Science di College Of Comumunication, Boston University, USA. Sekarang sibuk sebagai penggiat komunitas dengan mengelolah portal web : www.penulismuda.com disamping bekerja sebagai Widyaswara di Badan Diklat Prov.Jateng.

2.      Pion Ratulolly.
Mahasiswa semester 7 FKIP Bahasa, Jurusan Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Nusa Cendana - Kupang. Puisi, Cerpen dan Opininya dimuat oleh Surat Kabar Harian Pos Kupang. Beberapa kali menjadi penulis dan sutradara drama diantaranya :
a.       Wasiat tak tertunaikan (di Kupang),
b.      Stop Stigma ODHA (di Kupang),
c.       Caleg Oplosan (di Kupang dan Lamahala-Flores Timur),
d.      Prahara Dihujung Pernikahan (RoadShow 3 Pulau Flobamora : Timor, Adonara, dan  Lembata),
e.       Kampus Kelas Ekonomi, Bisnis dan VIP (di Kupang),
f.       Kejatuhan Adam (di Kupang),
g.      Harga Diri, Harga Mati (di Kupang),
h.      Tentang Ibu (di Kupang).
mengikuti lomba baca puisi Mahasiswa Tingkat Nasional dalam Pekan Seni Mahasiswa Nasional (PEKSIMINAS) IX (di Jambi – Juli,2008).
Aktif sebagai anggota dan pengurus dalam Komunitas Seni diantaranya : Pendiri sekaligus Manajer - Laskar Sastra Kupang Management, Sanggar Tulang-Tukang Berantakan, Rumah Poetica.

Novel “atma” Putih Cinta Lamahala Kupang adalah novel pertamanya dan menyusul novel  “Gading Yang Retak” dan Antologi Puisi Syair Para Pencari-Mu : Refleksi Mahhabah.

3.      Hamberan Syabana.
Hamberan Syahbana lahir di Banjarmasin Kalimantan Selatan 14 Juli 1948. Mulai menulis sejak tahun 1969. Dalam kesehariannya sebagai pensiunan guru SMPN 12 Banjarmasin, ia selalu membaca menambah ilmu pengetahuan memperluas wawasan sambil menulis yang berkaitan dengan sastra.

Penulis ini mulai mengenal dunia sastra sejak 1969 saat bergabung dalam Sanggar  Pelajar Kerikil Tajam Banjarmasin sekaligus sebagai Ketua Departemen Seni Sastra. Dulunya sering menggunakan nama pena HS Bram Dibasuwinda. Hamberan Syahbana disamping dikenal sebagai penulis essei, ia juga penulis cerpen, puisi, naskah drama. Dalam dunia teater ia juga seorang pemain teater, sutradara teater, juga konsultan pagelaran teater. Tulisan-tulisannya dimuat di SKH Banjarmasin Post, SKH Dinamika Banjarmasin, SKH Media Masyarakat Banjarmasin, SKH Dinamika Berita Banjarmasin. SKH Pelita Jakarta, Buletin Bandarmasih (Dewan Kesenian Kalimantan Selatan)

Puisinya dimuat dalam Antologi Bersama
a. AIR BAH (Yayasan Sanggar Budaya Kalsel, 1974).
b. Panorama (Dewan Kesenian Kalimantan Selatan, 1974).
c. Kampung Bukit Batu Mandiangin (Sanggar Pelajar Kerikil tajam Banjarmasin, 1975).
d.La Ventre de Kandangan (Kandangan, 2004).

Sekarang penulis dan pengasuh Serial Essei Menikmati Puisi Dunia Maya di Jejaring Sosial Facebook.

Karyanya dalam bentuk Naskah Drama antara lain: Hitamnya Hitam Putihnya Putih, Dongeng Kemilau, Dimana Lelaki Itu, Malam Perburuan, Galuh, Menembus Kelam, Demi Kemerdekaan, Menyeruak Tantangan.

Dia juga aktif di organisasi Kesenian antara lain sebagai:
1. Ketua Departemen Seni Sastra Sanggar Pelajar Kerikil Tajam Banjarmasin (1970),
2. Sekretaris Sanggar Pelajar Kerikil Tajam Banjarmasin (1972),
3. Ketua Departemen Kesenian Dema Unlam (1975)
4. Wakil Sekretaris Dewan Kesenian Kalimantan Selatan (1976),
5. Komisaris Bidang Sastra Badan Kordinasi Kesenian Indonesia (BKKNI) Kalimantan Selatan (1978),
6. Komisaris Bidang Sastra BKKNI Kabupaten Hulu Sungai Selatan (1980).

Sewaktu menjabat sebagai Kombid Sastra BKKNI Kalsel Hamberan Syahbana sempat mengagas berdirinya Himpunan Seniman Sastra (HIMSI) Kalimantan Selatan (1978)

Atas pengabdiannya di dunia Sastra di Kalimantan Selatan sejak tahun 1969 sampai dengan 2010. Pada tanggal 8 September 2010 ia menerima Penghargaan Hadiah Seni dari Gubernur Kalimantan Selatan.

4.      M Aan Mansyur.

lahir di sebuah desa kecil bernama desa biru, di sulawesi selatan. sehari-hari jadi pustakawan disebuah kafe baca di makassar. bukunya yang sudah terbit: hujan rintih-rintih [puisi--2005], perempuan, rumah kenangan [novel--2007], aku hendak pindah rumah [puisi--2008] dan cinta yang marah [puisi--2009] terbit dalam buku: | Hujan Rintih-rintih | Perempuan, Rumah Kenangan | Sajak dengan Huruf Tak Cukup | Kupu-kupu dalam Kotak Kaca | Dian Sastro for President #2: Reloaded | Dian Sastro for President: End of Trilogy | Makassar Nol Kilometer | Setapak Salirang | Kota Tanpa Karya: Kumpulan Cerpen 3 Penulis Muda 3 negara | Aceh Dukaku | Sejalan Tak Seiring | Luka Aceh, Duka Kita | Aku Hendak Pindah Rumah | 100 Puisi Indonesia terbaik 2008

yang jelang terbit: | Kukila | muat di media: | Kompas | Koran Tempo | Fajar | Tribun Timur | Pedoman Rakyat | Batam Pos | Jurnal Nasional | tandabaca | imajio | chic | dll


5.      Mezra E. Pellondu.